ANALISIS BUKU AGRARIA
Oleh: Celvin Gylang Prayudha (180110301024)
Buku pertama
Judul buku: MELACAK SEJARAH PEMIKIRAN AGRARIA: Sumbangan Mahzab Bogor
Halaman: lii + 347 hlm
Penulis: AHMAD NASHIH LUTHFI
Penerbit: STPN Press
Reviewer: RIZAL FAHMI (180110301038)
Tanggal: 22 Maret 2020
Metode penelitian: Pendekatan sejarah pemikiran
Sumber:https://kawuloalit13.blogspot.com/2020/03/review-buku-melacak-sejarah-pemikiran.html?m=1
PEMBAHASAN :
Tentang Dua Ilmuwan “Mazhab Bogor”
Prof. Dr. Ir. Sajogyo, yang dikenal sebagai “Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia,” semula bernama Kampto Utomo. Ia dilahirkan di Karanganyar, Kebumen, 21 Mei 1926. Pada tahun 1955, ia lulus sarjana IPB. Selang dua tahun, langsung meraih Doktor pertanian di bawah promotor Prof. W. F. Wertheim. Ia pernah menjabat sebagai Rektor IPB selama setahun (Maret 1965-1966). Dalam tulisan “semi-otobiografi”-nya,17 Sajogyo menyebutkan bahwa setidaknya ia terlibat di tiga aras kelembagan: kampus, nasional, dan kelembagaan masyarakat (Civil Society Organization/CSO). Di aras kampus, ia berperan dalam mendirikan Program Studi Pasca Sarjana Sosiologi Pedesaan, LPM-IPB, LP Sosped IPB, dan Pusat Studi Pembangunan IPB.
Berbagai tema yang digeluti adalah ikhtiar mengembangkan bangunan kerangka teori bagi sosiologi pedesaan, pembangunan pedesaan, pengurangan kemiskinan, transmigrasi, perbaikan gizi keluarga, dan berbagai isu lain tentang pedesaan.
Ilmuwan kedua adalah DR. HC. Gunawan Wiradi, M. Soc. Sc. Ia tercatat dilahirkan di Solo 28 Agusutus 1932, mendapat gelar insinyur dari Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) Bogor (sekarang IPB), tahun 1963. Setelah itu, meneruskan studinya di School of Comparative Sosial Sciences, Universiti Sains Malaysia (USM), Pulau Penang, Malaysia, tahun 1978 dan mendapat gelar M. Soc. Sc (Master of Social Sciences), serta pendidikan Non-Degree Program di Insitute of Social Studies (ISS), di Den Haag, Belanda, tahun 1989. Pada tahun 2009, ia mendapat anugerah Doktor Honoris Causa dari IPB dalam “Bidang Sosiologi Pedesaan dengan Bidang Kekhususan Kajian Agraria”.
Salah satu isu yang digeluti dalam bidang pedesaan adalah Reforma Agraria. Bukunya yang berjudul Reforma Agraria, Perjalanan yang Belum Berakhir memberi gambaran tentang gaga sannya akan pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia.
Tentang Buku Ini.
Buku ini akan mencoba pertama, melacak genealogi pemikiran ekonomi politik transformasi pedesaan sejak abad XIX. Wacana ini berkembang dalam konteks global baik yang sifatnya akademis maupun politik di abad XX, hingga masa Orde Baru dimana sistem pengetahuan dan kekuasaan dalam pembangunan pedesaan dikonstruksi.
Cara membaca sejarah periode kolonial yang demikian panjang dilakukan dengan menghadapkannya pada pertumbuhan kapitalisme. Kapitalisme bekerja dengan cara mengakumulasikan kekayaan dan keuntungan (surplus value) sebagai tujuan sekaligus sebagai syarat perlu bagi perkembangan kapitalisme selanjutnya. Proses akumulasi prasyarat inilah yang disebut sebagai primitive accumulation atau previous accumulation. Dalam proses terakhir ini penting dilihat bagaimana posisi rakyat dan tingkat keamanan/kerentanannya terhadap alat produksinya. Khusus terhadap tema ini, strategi yang dilakukan adalah dengan menafsirkan ulang secara kritis (critical reinterpretation) atas narasi sejarah yang pernah ada, dan tidak melakukan penelitian baru (primer).
Kedua, mengidentifikasi dan memetakan pemikiran-pemikiran para ilmuwan “Mazhab Bogor” dan genealoginya dengan pemikiran terdahulu, serta membandingkan satu dengan lainnya. Apa saja tema-tema yang mereka geluti, adakah keragaman (perspektif dan pemihakan) dan mengapa, serta perjalanan pemikiran mereka ini berujung pada fokus tentang apa? Pelacakan genealogi pemikiran ini penting untuk mengetahui kesinambungan (continuity) dan perubahannya (change).
Ketiga, melihat bagaimana institusionalisasi gagasan mereka di berbagai wilayah: kampus, LSM/CSO, lembaga pemerintah, dan masyarakat akar rumput. Hubungan antara gagasan (teks) dengan masyarakat di berbagai lapisannya, berlangsung melalui adanya mediasi. Hubungan itu ada dalam bentuknya yang beragam. Maka otoritas sebuah gagasan ditentukan tidak hanya melalui keterujiannya secara akademis, namun juga seberapa mampukah bermetamorfosa menjadi kekuatan pengubah (intelecutual forces) di tingkatan kebijakan dan pengorganisasian pergerakan di tingkat masyarakat. Bagaimanapun, sebuah gagasan bertujuan untuk mengubah realitas.
Keempat, pemikiran-pemikiran mereka akan dihadapkan pada dua konteks yang berbeda, yakni konteks pergeseran ekonomi-politik Orde Lama menuju pembangunanisme Orde Baru dalam berbagai program modernisasi desa/pertanian, yang secara umum dibaca sebagai agenda liberalisasi ekonomi (terutama tahun 1986-1992). Apakah ada perspektif kritis yang mereka munculkan, dan bagaimana cara agar pemikiran-pemikiran kritis itu dapat dilembagakan di kampus, “lolos sensor” menjadi policy bagi pemerintah, dan diperjuangkan melalui swadaya masyarakat.
Selanjutnya, dalam konteks perkembangan ilmu-ilmu sosial, mengapa dan bagaimana perspektif kritis, teorisasi, dan pendekatan partisipatif mereka dikembangkan di tengah-tengah ilmu sosial yang didominasi oleh perspektif fungsionalisme struktural ala Parsonian, analisis non-Marxian, dan “applied sciences” non-kritis yang berorientasi pembangunan, serta di tengah tuduhan mandegnya ilmu-ilmu sosial saat itu?
Agar tidak terlalu melebar, buku ini membatasi diri pada upaya penelusuran sejarah pemikiran pembangunan pedesaan Indonesia. Setiap pemikiran, terutama dalam perspektif sosial dan ekonomi-politik, dapat lahir dari pelaku ekonomi (pengusaha), teknokrat dan birokrat, birokrat dan teknokrat, kalangan media massa, aktivis gerakan sosial, maupun kalangan akademik. Buku ini membatasi diri pada pemikiran yang berasal dari kelompok akademik, khususnya kedua ilmuwan yang mendedikasikan diri pada disiplin sosiologi pedesaan, dalam memproduksi pemikiran-pemikiran pembangunan pedesaan tersebut. Keduanya adalah Prof. Dr. Ir. Sajogyo dan Dr. HC. Gunawan Wiradi, M.Soc. Sc.
Dalam buku ini menjelaskan cukup lengkap mengenai ideologi para madzhab yang telah mencetuskan pemikiranya dalam agrarian. Tetapi krkuranganya dalam pembahasan ini kurangnya relasi dari pembahasan ini terhadap masa sekarang, lebih cenderung ke pembahasan masa colonial dan sejarah. Sehingga kurang merefleksikan dengan keadaan sekarang.
Buku kedua
Judul buku: SEJARAH AGRARIA
Pengarang: Dra. LATIFATUL IZZAH, M. Hum.
Penerbit: CIPTA MEDIA AKSARA
Cetakan: PERTAMA, DESEMBER 2013
Tebal buku: 163 Hhlm
Harga buku: Rp. 40.000
Sumber:https://sofilailatulzahro99.blogspot.com/2020/03/resensi-buku-sejarah-agraria.html
Sinopsis :
Buku ini disusun sebagai upaya menambah literature bagi mahasiswa Sejarah yang menempuh mata kuliah wajib jurusan. Dalam buku ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan agraria dengan berbagai bahasa seperti Bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah sedangkan menurut KBBI agraria yaitu urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan kepemilikan tanah. Setelah mengetahui tentang pengertian dasar agraria maka bagaimana perjalanan sejarah agraria yang ada di Indonesia yang mana diawali dengan kehidupan petani yang berada di bawah kekuasaan Feodalisme yang mana rakyat menggarap sawah tanpa diberi upah oleh raja , karena memang kehidupan pada masa ini petani atau rakyat dikuasai oleh kaum feodal yang mana raja sebagai penguasa perjalanan yang cukup panjang yang mengalami dinamika didalamnya. Adanya dinamika yang ada didalam perjalanan kehidupan para petani pasti ada yang konflik didalamnya karena memang dirasa tanah itu bagian yang penting bagi kehidupan, yang mana ada konflik minoitas dan mayoritas yang bersifat etni dan religius pertentangan antara mayoritas pribumi yang beragama islam dan minoritas nonpribumi yang beragama Nasrani. Jika menimbulkan masalah atau konflik ada juga yang menjadi obat yaitu tentang proses pembentukan Undang – Undang yang mengatur masalah agraria yang disebut UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria ).
Naskah buku ajar yang bertajuk “Sejarah Agraria” ini sangat cocok bagi mahasiswa Sejarah yang menempuh mata kuliah wajib Sejarah Agraria karena buku ini memuat pengertian dasar – dasar mengenai agraria yang ada di Indonesia.
• Kelebihan:
Buku ini dibuat dengan menggunakan referensi buku yang cukup banyak dan hasil wawancara yang mana bisa menunjang dalam pembuatan buku Sejarah Agraria ini dan disertai penjelasan yang runtut. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, meskipun ada sebagian ada kosa kata baru yang disertai makna nya seperti : Land Rent System yang berarti Sistem Sewa Tanah (hlm. 48)
• Kekurangan :
Halaman 115 – 163 yang hanya menjelaskan tentang Undang Undang tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang terdiri dari banyak pasal dan ayat. Selain buku dan hasil wawancara yang digunakan referensi, buku ini ada yang menggunakan Referensi yang digunakan ada yang berasal dari internet : (http://denbagusrasjid.wordpress.com) . hlm . 109. Ada beberapa kosa kata baru yang tidak disertai maknanya seperti
“ Terhadap tenaga kerja dikenakan kewajiban dalam bentuk heerensdiensten, pancenduensten, dan cultuurdiensten”. (Hlm . 50).
Buku ketiga
Judul Buku: Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia
Penulis: Noer Fauzi
Penerbit: Diandra Primamitra
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: 316
Sumber : https://jasmerahaiq.blogspot.com/2020/03/review-buku-petani-penguasa-dinamika.html?m=1
Indonesia adalah sebuah negara yang berada didalam garis khatulistiwa, tentunya ini merupakan keuntungan bagi rakyatnya? Tanah subur terbentang luas, akan tetapi kondisi ini beranding terbalik dengan nasib para petani. Lahan yang subur ternyata tidak mampu mengeluarkan petani dari garis kemiskinan. Hali ini tidak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang lebih cenderung berpihak kepada pemilik modal (pengusaha).
Orde lama telah melakukan perubahan besar dalam kebijakan politik agraria, Orde lama dibawah kendali Soekarno telah melahirkan sebuah karya besar yakni UUPA 1960. UU tersebut seolah-olah memberikan secercah harapan untuk keluar dari permasalahan agraria warisan kolonial. Kepemimpinan yang populis dan kharismatik telah mampu meredam setiap gejolak yang terjadi antara kelompok massa kiri (PKI dan Simpatisannya) Vs Militer dan partai-partai Islam. Pasca tumbangnya Soekarno pada 1967, militer menjelma sebagai kekuatan baru untuk mendukung pemerintahan Orde Baru. Dari sinilah sistem kapitalisme kembali muncul, kebijakan populis politik agraria yang sebelumnya diterapkan oleh Soekarno dirubah menuju kapitalisme.
Orde baru yang dinahkodai Soeharto telah menerapkan sistem baru dalam politik agrarianya. Pemilik modal kembali berkuasa di negeri ini, dan itu artinya sistem kapitalisme telah berkuasa kembali. Pengambilan paksa hak atas tanah rakyat, pengusiran dan pengambilan tanah adat demi kepentingan pengusaha asing, merupakan cerminan dari kolonialisme yang terjadi pada bangsa ini sebelum merdeka. Dalam kepemimpinannya, stabilitas menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Orde Baru, oleh karena itu untuk menyukseskan ideologi Pembangunaisme, pemerintah melalui militer, telah melakukan tindakan represif kepada setiap individu dan kelompok yang tidak sepaham. PKI ditumpas, organisasi-organisasi yang bersebrangan dibubarkan dan hak rakyat untuk menyampaikan pendapatnya telah dibungkam oleh kekuatan militer.
Dengan kondisi yang semakin tidak menguntungkan tersebut, lagi-lagi petani menjadi korban dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tanah sebagai sumber kehidupan telah dirampas, lahan pertanian yang seharusnya menjadi tempat mencari nafkah bagi petani dan keluarganya telah dialih fungsikan untuk pembangunan pabrik bagi pemilik modal baik lokal maupun asing. Hal ini cukup ironis mengingat negara Indonesia yang mayoritas masyarakatnya petani justru merubah pembangunan ekonomi negara justru diarahkan kearah industri. Sebutan negara agraris bagi Indonesia sama sekali belum menyadarkan Pemerintah untuk lebih memperhatikan dan menjamin kesejahteraan dari masyarakat yang notabene mayoritas petani.
Oleh karena itu, sejarah kelam dari masa Orde Baru dengan sistem pemerintahan yang otoriter sentralistik sudah sepatutnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk lebih mengedepankan pemerataan pembangunan, keberpihakan pada rakyat dalam setiap kasus agraia mutlak harus dilakukan. Keberhasilan dalam meningkatkan posisi ekonomi rakyat merupakan fungsi dari sistem sosial secara keseluruhan terlebih bagi negara (pemerintah) sebagai fasilitatornya.
Apa bila dilihat dari buku yang ditulis oleh Noer Fauzi dalam buku “Petani dan Penguasa” sangat jelas tergambarkan bagaimana pertarungan antara kelompok Kapitalis dan Sosialis dalam mempengaruhi kebijakan politik agraria.
Kesimpulan dari resensi buku
Buku 1.
Buku ini menjelaskan tentang persoalan agraria sejak masa kolonial hingga sekarang dalam konteks pembentukan suatu kebijakan di bidang agraria. Buku ini mengkaji riset ilmu sosial tentang struktur agraria dan sejarahnya, kemiskinan pedesaan, reformasi agraria, hingga pembangunan pedesaan. Masalah agraria ini tidak terlepas dari perkembangan kapitalisme.
Buku 2.
Buku ini menjelaskan tentang pengertian agraria secara mendasar dan bagaimana sejarah mengenai agraria di Indonesia. Sejarah agraria di indonesia yang dibahas meliputi perjalanan sejarah agraria yang ada di Indonesia yang mana diawali dengan kehidupan petani yang berada di bawah kekuasaan Feodalisme dimana kepemilikan tanah berada di tangan raja dan rakyat menggarap tanah tersebut tanpa diberi upah oleh raja. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana konflik yang ditimbulkan oleh permasalahan agraria yang salah satunya adalah konflik antara kaum mayoritas dengan kelompok minoritas. Konflik yang terus timbul karena permasalahan agraria menyebabkan dibentuknya Undang – Undang yang mengatur masalah agraria yang disebut UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria ).
Buku 3.
Buku ini membahas tentang informasi yang sangat mendasar mengenai nasib kehidupan petani dari era kemerdekaan hingga pasca reformasi secara detail. Dijelaskan bahwa di era orde lama telah terjadi perubahan besar pada bidang agraria yang salah satunya yaitu lahirnya UUPA 1960. Undang undang ini seakan membawa secercah harapan untuk keluar dari sistem undang undang zaman kolonial. Serta pada masa ini dapat meredam konflik agraria antara kaum kiri, militer, dan islam. Setelah tumbangnya pemerintahan Soekarno, muculah orde baru dimana sistem kapitalisme kembali muncul, kebijakan populis politik agraria yang sebelumnya diterapkan oleh Soekarno dirubah menuju kapitalisme dimana pemerintah lebih berpihak kepada pemilik modal.
Hasil analisis
Pada ketiga buku ini terdapat kesamaan yaitu sama sama membahas tentang bagaimana sejarah dinamika agraria di Indonesia. Selain itu skup temporal ketiga buku ini terdapat skup yang sama seperti era orde lama dan orde baru walaupun era awal yang dibahas berbeda beda. Perbedaannya yaitu pada buku pertama lebih fokus membahas tentang permasalahan agraria, buku kedua lebih fokus membahas tentang sejarah agraria secara mendasar serta mengenai agraria di era feodal indonesia, buku ketiga lebih fokus pada kehidupan petani Indonesia dari masa ke masa.
Oleh: Celvin Gylang Prayudha (180110301024)
Buku pertama
Judul buku: MELACAK SEJARAH PEMIKIRAN AGRARIA: Sumbangan Mahzab Bogor
Halaman: lii + 347 hlm
Penulis: AHMAD NASHIH LUTHFI
Penerbit: STPN Press
Reviewer: RIZAL FAHMI (180110301038)
Tanggal: 22 Maret 2020
Metode penelitian: Pendekatan sejarah pemikiran
Sumber:https://kawuloalit13.blogspot.com/2020/03/review-buku-melacak-sejarah-pemikiran.html?m=1
PEMBAHASAN :
Tentang Dua Ilmuwan “Mazhab Bogor”
Prof. Dr. Ir. Sajogyo, yang dikenal sebagai “Bapak Sosiologi Pedesaan Indonesia,” semula bernama Kampto Utomo. Ia dilahirkan di Karanganyar, Kebumen, 21 Mei 1926. Pada tahun 1955, ia lulus sarjana IPB. Selang dua tahun, langsung meraih Doktor pertanian di bawah promotor Prof. W. F. Wertheim. Ia pernah menjabat sebagai Rektor IPB selama setahun (Maret 1965-1966). Dalam tulisan “semi-otobiografi”-nya,17 Sajogyo menyebutkan bahwa setidaknya ia terlibat di tiga aras kelembagan: kampus, nasional, dan kelembagaan masyarakat (Civil Society Organization/CSO). Di aras kampus, ia berperan dalam mendirikan Program Studi Pasca Sarjana Sosiologi Pedesaan, LPM-IPB, LP Sosped IPB, dan Pusat Studi Pembangunan IPB.
Berbagai tema yang digeluti adalah ikhtiar mengembangkan bangunan kerangka teori bagi sosiologi pedesaan, pembangunan pedesaan, pengurangan kemiskinan, transmigrasi, perbaikan gizi keluarga, dan berbagai isu lain tentang pedesaan.
Ilmuwan kedua adalah DR. HC. Gunawan Wiradi, M. Soc. Sc. Ia tercatat dilahirkan di Solo 28 Agusutus 1932, mendapat gelar insinyur dari Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) Bogor (sekarang IPB), tahun 1963. Setelah itu, meneruskan studinya di School of Comparative Sosial Sciences, Universiti Sains Malaysia (USM), Pulau Penang, Malaysia, tahun 1978 dan mendapat gelar M. Soc. Sc (Master of Social Sciences), serta pendidikan Non-Degree Program di Insitute of Social Studies (ISS), di Den Haag, Belanda, tahun 1989. Pada tahun 2009, ia mendapat anugerah Doktor Honoris Causa dari IPB dalam “Bidang Sosiologi Pedesaan dengan Bidang Kekhususan Kajian Agraria”.
Salah satu isu yang digeluti dalam bidang pedesaan adalah Reforma Agraria. Bukunya yang berjudul Reforma Agraria, Perjalanan yang Belum Berakhir memberi gambaran tentang gaga sannya akan pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia.
Tentang Buku Ini.
Buku ini akan mencoba pertama, melacak genealogi pemikiran ekonomi politik transformasi pedesaan sejak abad XIX. Wacana ini berkembang dalam konteks global baik yang sifatnya akademis maupun politik di abad XX, hingga masa Orde Baru dimana sistem pengetahuan dan kekuasaan dalam pembangunan pedesaan dikonstruksi.
Cara membaca sejarah periode kolonial yang demikian panjang dilakukan dengan menghadapkannya pada pertumbuhan kapitalisme. Kapitalisme bekerja dengan cara mengakumulasikan kekayaan dan keuntungan (surplus value) sebagai tujuan sekaligus sebagai syarat perlu bagi perkembangan kapitalisme selanjutnya. Proses akumulasi prasyarat inilah yang disebut sebagai primitive accumulation atau previous accumulation. Dalam proses terakhir ini penting dilihat bagaimana posisi rakyat dan tingkat keamanan/kerentanannya terhadap alat produksinya. Khusus terhadap tema ini, strategi yang dilakukan adalah dengan menafsirkan ulang secara kritis (critical reinterpretation) atas narasi sejarah yang pernah ada, dan tidak melakukan penelitian baru (primer).
Kedua, mengidentifikasi dan memetakan pemikiran-pemikiran para ilmuwan “Mazhab Bogor” dan genealoginya dengan pemikiran terdahulu, serta membandingkan satu dengan lainnya. Apa saja tema-tema yang mereka geluti, adakah keragaman (perspektif dan pemihakan) dan mengapa, serta perjalanan pemikiran mereka ini berujung pada fokus tentang apa? Pelacakan genealogi pemikiran ini penting untuk mengetahui kesinambungan (continuity) dan perubahannya (change).
Ketiga, melihat bagaimana institusionalisasi gagasan mereka di berbagai wilayah: kampus, LSM/CSO, lembaga pemerintah, dan masyarakat akar rumput. Hubungan antara gagasan (teks) dengan masyarakat di berbagai lapisannya, berlangsung melalui adanya mediasi. Hubungan itu ada dalam bentuknya yang beragam. Maka otoritas sebuah gagasan ditentukan tidak hanya melalui keterujiannya secara akademis, namun juga seberapa mampukah bermetamorfosa menjadi kekuatan pengubah (intelecutual forces) di tingkatan kebijakan dan pengorganisasian pergerakan di tingkat masyarakat. Bagaimanapun, sebuah gagasan bertujuan untuk mengubah realitas.
Keempat, pemikiran-pemikiran mereka akan dihadapkan pada dua konteks yang berbeda, yakni konteks pergeseran ekonomi-politik Orde Lama menuju pembangunanisme Orde Baru dalam berbagai program modernisasi desa/pertanian, yang secara umum dibaca sebagai agenda liberalisasi ekonomi (terutama tahun 1986-1992). Apakah ada perspektif kritis yang mereka munculkan, dan bagaimana cara agar pemikiran-pemikiran kritis itu dapat dilembagakan di kampus, “lolos sensor” menjadi policy bagi pemerintah, dan diperjuangkan melalui swadaya masyarakat.
Selanjutnya, dalam konteks perkembangan ilmu-ilmu sosial, mengapa dan bagaimana perspektif kritis, teorisasi, dan pendekatan partisipatif mereka dikembangkan di tengah-tengah ilmu sosial yang didominasi oleh perspektif fungsionalisme struktural ala Parsonian, analisis non-Marxian, dan “applied sciences” non-kritis yang berorientasi pembangunan, serta di tengah tuduhan mandegnya ilmu-ilmu sosial saat itu?
Agar tidak terlalu melebar, buku ini membatasi diri pada upaya penelusuran sejarah pemikiran pembangunan pedesaan Indonesia. Setiap pemikiran, terutama dalam perspektif sosial dan ekonomi-politik, dapat lahir dari pelaku ekonomi (pengusaha), teknokrat dan birokrat, birokrat dan teknokrat, kalangan media massa, aktivis gerakan sosial, maupun kalangan akademik. Buku ini membatasi diri pada pemikiran yang berasal dari kelompok akademik, khususnya kedua ilmuwan yang mendedikasikan diri pada disiplin sosiologi pedesaan, dalam memproduksi pemikiran-pemikiran pembangunan pedesaan tersebut. Keduanya adalah Prof. Dr. Ir. Sajogyo dan Dr. HC. Gunawan Wiradi, M.Soc. Sc.
Dalam buku ini menjelaskan cukup lengkap mengenai ideologi para madzhab yang telah mencetuskan pemikiranya dalam agrarian. Tetapi krkuranganya dalam pembahasan ini kurangnya relasi dari pembahasan ini terhadap masa sekarang, lebih cenderung ke pembahasan masa colonial dan sejarah. Sehingga kurang merefleksikan dengan keadaan sekarang.
Buku kedua
Judul buku: SEJARAH AGRARIA
Pengarang: Dra. LATIFATUL IZZAH, M. Hum.
Penerbit: CIPTA MEDIA AKSARA
Cetakan: PERTAMA, DESEMBER 2013
Tebal buku: 163 Hhlm
Harga buku: Rp. 40.000
Sumber:https://sofilailatulzahro99.blogspot.com/2020/03/resensi-buku-sejarah-agraria.html
Sinopsis :
Buku ini disusun sebagai upaya menambah literature bagi mahasiswa Sejarah yang menempuh mata kuliah wajib jurusan. Dalam buku ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan agraria dengan berbagai bahasa seperti Bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah sedangkan menurut KBBI agraria yaitu urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan kepemilikan tanah. Setelah mengetahui tentang pengertian dasar agraria maka bagaimana perjalanan sejarah agraria yang ada di Indonesia yang mana diawali dengan kehidupan petani yang berada di bawah kekuasaan Feodalisme yang mana rakyat menggarap sawah tanpa diberi upah oleh raja , karena memang kehidupan pada masa ini petani atau rakyat dikuasai oleh kaum feodal yang mana raja sebagai penguasa perjalanan yang cukup panjang yang mengalami dinamika didalamnya. Adanya dinamika yang ada didalam perjalanan kehidupan para petani pasti ada yang konflik didalamnya karena memang dirasa tanah itu bagian yang penting bagi kehidupan, yang mana ada konflik minoitas dan mayoritas yang bersifat etni dan religius pertentangan antara mayoritas pribumi yang beragama islam dan minoritas nonpribumi yang beragama Nasrani. Jika menimbulkan masalah atau konflik ada juga yang menjadi obat yaitu tentang proses pembentukan Undang – Undang yang mengatur masalah agraria yang disebut UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria ).
Naskah buku ajar yang bertajuk “Sejarah Agraria” ini sangat cocok bagi mahasiswa Sejarah yang menempuh mata kuliah wajib Sejarah Agraria karena buku ini memuat pengertian dasar – dasar mengenai agraria yang ada di Indonesia.
• Kelebihan:
Buku ini dibuat dengan menggunakan referensi buku yang cukup banyak dan hasil wawancara yang mana bisa menunjang dalam pembuatan buku Sejarah Agraria ini dan disertai penjelasan yang runtut. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, meskipun ada sebagian ada kosa kata baru yang disertai makna nya seperti : Land Rent System yang berarti Sistem Sewa Tanah (hlm. 48)
• Kekurangan :
Halaman 115 – 163 yang hanya menjelaskan tentang Undang Undang tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang terdiri dari banyak pasal dan ayat. Selain buku dan hasil wawancara yang digunakan referensi, buku ini ada yang menggunakan Referensi yang digunakan ada yang berasal dari internet : (http://denbagusrasjid.wordpress.com) . hlm . 109. Ada beberapa kosa kata baru yang tidak disertai maknanya seperti
“ Terhadap tenaga kerja dikenakan kewajiban dalam bentuk heerensdiensten, pancenduensten, dan cultuurdiensten”. (Hlm . 50).
Buku ketiga
Judul Buku: Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia
Penulis: Noer Fauzi
Penerbit: Diandra Primamitra
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Halaman: 316
Sumber : https://jasmerahaiq.blogspot.com/2020/03/review-buku-petani-penguasa-dinamika.html?m=1
Indonesia adalah sebuah negara yang berada didalam garis khatulistiwa, tentunya ini merupakan keuntungan bagi rakyatnya? Tanah subur terbentang luas, akan tetapi kondisi ini beranding terbalik dengan nasib para petani. Lahan yang subur ternyata tidak mampu mengeluarkan petani dari garis kemiskinan. Hali ini tidak terlepas dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang lebih cenderung berpihak kepada pemilik modal (pengusaha).
Orde lama telah melakukan perubahan besar dalam kebijakan politik agraria, Orde lama dibawah kendali Soekarno telah melahirkan sebuah karya besar yakni UUPA 1960. UU tersebut seolah-olah memberikan secercah harapan untuk keluar dari permasalahan agraria warisan kolonial. Kepemimpinan yang populis dan kharismatik telah mampu meredam setiap gejolak yang terjadi antara kelompok massa kiri (PKI dan Simpatisannya) Vs Militer dan partai-partai Islam. Pasca tumbangnya Soekarno pada 1967, militer menjelma sebagai kekuatan baru untuk mendukung pemerintahan Orde Baru. Dari sinilah sistem kapitalisme kembali muncul, kebijakan populis politik agraria yang sebelumnya diterapkan oleh Soekarno dirubah menuju kapitalisme.
Orde baru yang dinahkodai Soeharto telah menerapkan sistem baru dalam politik agrarianya. Pemilik modal kembali berkuasa di negeri ini, dan itu artinya sistem kapitalisme telah berkuasa kembali. Pengambilan paksa hak atas tanah rakyat, pengusiran dan pengambilan tanah adat demi kepentingan pengusaha asing, merupakan cerminan dari kolonialisme yang terjadi pada bangsa ini sebelum merdeka. Dalam kepemimpinannya, stabilitas menjadi prioritas utama bagi pemerintahan Orde Baru, oleh karena itu untuk menyukseskan ideologi Pembangunaisme, pemerintah melalui militer, telah melakukan tindakan represif kepada setiap individu dan kelompok yang tidak sepaham. PKI ditumpas, organisasi-organisasi yang bersebrangan dibubarkan dan hak rakyat untuk menyampaikan pendapatnya telah dibungkam oleh kekuatan militer.
Dengan kondisi yang semakin tidak menguntungkan tersebut, lagi-lagi petani menjadi korban dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tanah sebagai sumber kehidupan telah dirampas, lahan pertanian yang seharusnya menjadi tempat mencari nafkah bagi petani dan keluarganya telah dialih fungsikan untuk pembangunan pabrik bagi pemilik modal baik lokal maupun asing. Hal ini cukup ironis mengingat negara Indonesia yang mayoritas masyarakatnya petani justru merubah pembangunan ekonomi negara justru diarahkan kearah industri. Sebutan negara agraris bagi Indonesia sama sekali belum menyadarkan Pemerintah untuk lebih memperhatikan dan menjamin kesejahteraan dari masyarakat yang notabene mayoritas petani.
Oleh karena itu, sejarah kelam dari masa Orde Baru dengan sistem pemerintahan yang otoriter sentralistik sudah sepatutnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk lebih mengedepankan pemerataan pembangunan, keberpihakan pada rakyat dalam setiap kasus agraia mutlak harus dilakukan. Keberhasilan dalam meningkatkan posisi ekonomi rakyat merupakan fungsi dari sistem sosial secara keseluruhan terlebih bagi negara (pemerintah) sebagai fasilitatornya.
Apa bila dilihat dari buku yang ditulis oleh Noer Fauzi dalam buku “Petani dan Penguasa” sangat jelas tergambarkan bagaimana pertarungan antara kelompok Kapitalis dan Sosialis dalam mempengaruhi kebijakan politik agraria.
Kesimpulan dari resensi buku
Buku 1.
Buku ini menjelaskan tentang persoalan agraria sejak masa kolonial hingga sekarang dalam konteks pembentukan suatu kebijakan di bidang agraria. Buku ini mengkaji riset ilmu sosial tentang struktur agraria dan sejarahnya, kemiskinan pedesaan, reformasi agraria, hingga pembangunan pedesaan. Masalah agraria ini tidak terlepas dari perkembangan kapitalisme.
Buku 2.
Buku ini menjelaskan tentang pengertian agraria secara mendasar dan bagaimana sejarah mengenai agraria di Indonesia. Sejarah agraria di indonesia yang dibahas meliputi perjalanan sejarah agraria yang ada di Indonesia yang mana diawali dengan kehidupan petani yang berada di bawah kekuasaan Feodalisme dimana kepemilikan tanah berada di tangan raja dan rakyat menggarap tanah tersebut tanpa diberi upah oleh raja. Selain itu juga dibahas tentang bagaimana konflik yang ditimbulkan oleh permasalahan agraria yang salah satunya adalah konflik antara kaum mayoritas dengan kelompok minoritas. Konflik yang terus timbul karena permasalahan agraria menyebabkan dibentuknya Undang – Undang yang mengatur masalah agraria yang disebut UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria ).
Buku 3.
Buku ini membahas tentang informasi yang sangat mendasar mengenai nasib kehidupan petani dari era kemerdekaan hingga pasca reformasi secara detail. Dijelaskan bahwa di era orde lama telah terjadi perubahan besar pada bidang agraria yang salah satunya yaitu lahirnya UUPA 1960. Undang undang ini seakan membawa secercah harapan untuk keluar dari sistem undang undang zaman kolonial. Serta pada masa ini dapat meredam konflik agraria antara kaum kiri, militer, dan islam. Setelah tumbangnya pemerintahan Soekarno, muculah orde baru dimana sistem kapitalisme kembali muncul, kebijakan populis politik agraria yang sebelumnya diterapkan oleh Soekarno dirubah menuju kapitalisme dimana pemerintah lebih berpihak kepada pemilik modal.
Hasil analisis
Pada ketiga buku ini terdapat kesamaan yaitu sama sama membahas tentang bagaimana sejarah dinamika agraria di Indonesia. Selain itu skup temporal ketiga buku ini terdapat skup yang sama seperti era orde lama dan orde baru walaupun era awal yang dibahas berbeda beda. Perbedaannya yaitu pada buku pertama lebih fokus membahas tentang permasalahan agraria, buku kedua lebih fokus membahas tentang sejarah agraria secara mendasar serta mengenai agraria di era feodal indonesia, buku ketiga lebih fokus pada kehidupan petani Indonesia dari masa ke masa.
Komentar
Posting Komentar